1. MANAJEMEN KURIKULUM
A. PENGERTIAN MANAJEMEN
Menurut Terry dan Rue (1992: 5),
Manajemen adalah “suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan
atau pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah
tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata.[1]
Manajemen pada dasarnya memiliki 5 fungsi, yaitu:
1.
Planning
(Perencanaan): menentukan tujuan yang hendak dicapai, dan bagaimana cara
mencapai tujuan tersebut.
2.
Organizing
(Pengorganisasian): mengelompokkan berbagai kegiatan dan memberikan kekuasaan
untuk melaksanakan kegiatan tersebut.
3.
Staffing
(Kepegawaian): menentukan SDM yang dibutuhkan, serta menyaring, melatih, dan
mengembangkan tenaga kerja.
4.
Motivating(Pemotivasian):
mengerahkan perilaku manusia ke arah
tujuan yang telah ditentukan.
5.
Controlling(Pengawasan):
menetapkan ukuran untuk pelaksanaan tujuan, memonitor, dan jika terjadi
penyimpangan, harus ditemukan sebabnya dan memberi tindakan korektif bila
diperlukan.
Manajemen Pendidikan sendiri menurut Bush (2003) seperti yang dikutip
oleh Amtu, adalah kegiatan yang bersangkutan dengan operasionalisasi organisasi
pendidikan[2].
Manajemen pendidikan harus fokus pada tujuan pendidikan. Di Indonesia sendiri,
tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan (UU RI no 2 tahun 1989).
Dalam hal pengelolaan pendidikan, tentu tidak dapat disamakan dengan
aktivitas produksi dalam dunia industri. Pendidikan memerlukan perlakuan
spesifik dan tindakan yang obyektif dengan mengedepankan aspek-aspek pedagogis
yang memberdayakan nilai-nilai kemanusiaan.
B. PENGERTIAN
KURIKULUM
Pengertian kurikulum mengalami perkembangan dan terus mengalami
perdebatan dari waktu ke waktu. Berbagai pendapat berbeda mengenai definisi kurikulum,
misalnya disebutkan oleh Nasution adalah sebagai berikut[3]:
1.
Saylor dan Alexander (1956) menyebutkan bahwa
kurikulum adalah segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah
dalam ruangan kelas, di halaman sekolah, atau di luar sekolah.
2.
Albertycs (1965) memandang kurikulum sebagai
semua aktifitas yang disediakan oleh sekolah untuk siswa.
3.
Smith, Stanley, dan Shores memandang kurikulum
sebagai sejumlah pengalaman potensial yang diatur di sekolah dalam rangkan
mendisiplinkan anak dan pemuda agar mereka dapat berpikir dan berbuat sesuai
masyarakatnya.
4.
Edward A. Krug (1960) melihat kurikulum sebagai
cara-cara dan usaha untuk mencapai tujuan persekolahan.
Walaupun terdapat perbedaan definisi mengenai kurikulum ini, kita dapat
menyimpulkan bahwa kurikulum ini merupakan suatu rencana pembelajaran untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam rencana tersebut juga
mencakup media dan strategi yang akan digunakan dalam pembelajaran.
Pengertian kurikulum memang tidak pernah stagnan. Definisi kurikulum menurut
para ahli bisa jadi mengalami perbedaan makna yang cukup besar dari waktu ke
waktu. Hamalik menjelaskan
bahwa pengertian kurikulum dapat
dibedakan menjadi pandangan lama dan pandangan baru. [4]
Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan sejumlah mata pelajaran yang
harus ditempuh murid untuk memperoleh ijazah. Pandangan ini memberi implikasi,
bahwa semua murid harus mengikuti mata pelajaran yang sama. Selain itu, peran
aktif dipegang oleh guru untuk menyampaikan materi pembelajaran.
Pada perkembanngannya, definisi kurikulum meluas. Misalnya pengertian
yang diberikan oleh Romine (1954) seperti yang dikutip oleh Hamalik (2008:17)
“Curriculum
is interpreted to mean all of the organized
courses, activities, and experiences which pupils have under direction of the
school, whether in the classroom or not”.
Tafsiran di atas tentu lebih luas. Bukan hanya mata pelajaran, kurikulum
mencakup semua kegiatan dan pengalaman siswa, selama masih menjadi tanggung
jawab sekolah. Selain itu, kegiatan pembelajaran dapat dilakukan di dalam atau
di luar kelas, sehingga kegiatan ekstrakurikuler pun sebenarnya termasuk dalam
kurikulum. Dalam pengertian yang lebih luas ini, menjadi kewajiban guru untuk
mengajar dengan cara yang lebih bervariasi, sehingga siswa menjadi lebih aktif.
Kurikulum juga dapat dibedakan menjadi kurikulum tradisional dan kurikulum progresif[5]. Kurikulum tradisional ingin mengawetkan
nilai-nilai lama yang berlaku di masyarakat. Kekuatan hafalan dan kecepatan
hitungan, misalnya, masih dipentingkan dalam kurikulum ini. Kurikulum
tradisional masih berdasarkan subjek atau mata pelajaran yang diberikan
terpisah-pisah. Dalam kurikulum tradisional, diperlukan pengarahan dan control
yang ketat, agar siswa mendapat bahan yang sama dan tingkat penguasaan yang sama.
Pemerataan siswa dalam hal bahan, metode, maupun evaluasi menjadi ciri lain
dari kurikulum tradisional.
Kurikulum progresif di sisi lainnya, terbuka pada hal-hal baru.
Kurikulum ini mementingkan kemampuan memecahkan masalah dan menggunakan
pengetahuan fungsional untuk memecahkan masalah tersebut. Kurikulum ini
mengharapkan siswa sanggup berpikir kreatif, berpikir mandiri, dan mengizinkan
perbedaan pendapat. Sambil memecahkan masalah, siswa akan mengumpulkan ilmu
yang diperlukan. Kurikulum progresif juga mementingkan keunikan dan perbedaan
tiap inidividu, yang mempengaruhi perbedaan bahan, metode, dan evaluasi. Namun
demikian, kurikulum ini mendapat banyak tentangan dalam pelaksanaannya.
Berbagai tentangan dan kesulitan tersebut, misalnya, adalah banyaknya guru yang
bersifat konservatif, selain itu, juga harapan bahwa kurikulum progresif akan
memberi hasil yang sama seperti kurikulum tradisional.
C. KEGIATAN
MANAJEMEN KURIKULUM
Setelah mengetahui pengertian manajemen dan kurikulum, dapat kita
simpulkan bahwa manajemen kurikulum adalah suatu proses dan kerangka kerja yang
untuk mencapai keberhasilan kurikulum. Kegiatan manajemen kurikulum dapat
dikaitkan dengan dua hal, yaitu: yang berkaitan dengan tugas guru, dan yang
berkaitan dengan proses pembelajaran.[6]
1. Kegiatan
yang Berkaitan dengan Tugas Guru
a. Pembagian tugas membelajarkan. Pembagian
tugas biasanya dilakukan dalam rapat guru pada awal tahun pelajaran atau
menjelang awal semester baru.
b. Pembagian tugas membina kegiatan
ekstrakurikuler. Kegiatan ektrakurikuler atau kegiatan tambahan diluar
kurikulum yang berlaku ini seperti kegiatan pramuka, koperasi, unit kesehatan
sekolah, olahraga, kesenian, dan lain-lain.
2. Kegiatan
yang Berkaitan dengan Proses Pelaksanaan Pembelajaran
a. Penyusunan jadwal pelajaran. Jadwal pelajaran
merupakan penjabaran dari seluruh program pembelajaran di sekolah.
Jadwalpelajaran merupakan pedoman bagi guru bahwa dia akan membelajarkan di
kelas mana dan hari apa saja, serta jam berapa saja.
b. Penyusunan program pembelajaran.
Kegiatan penyusunan program pembelajaran ini meliputi: (a) Menghitung jumlah
pokok bahasan yang harus disampaikan dalam jangka waktu tertentu (semester atau
catur wulan); (b) Menghitung jumlah jam pelajaran yang tersedia menurut
kurikulum yang berlaku; (c) Menghitung jumlah jam efektif pada semester atau
catur wulan berdasarkan kalender akademik yang berlaku; (d) Membuat Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran untuk jangka waktu tertentu (satu semester atau catur
wulan).
c.
Pengisian
daftar kemajuan kelas. Menggambarkan
tentang kemajuan kelas tentang penguasaan materi pelajaran.
d.
Kegiatan
mengelola kelas.Merupakan upaya yang dilakukan guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran bias tercapai secara efektif dan
efisien. Hal ini menyangkut strategi pembelajaran, pemanfaatan media, tempat
duduk, dan lain-lain.
e.
Penyelenggaraan
evaluasi hasil belajar. Evaluasi hasil belajar berguna untuk mendapatkan
umpan balik bagi guru tentang ketercapaian tujuan pembelajaran.
f.
Laporan
hasil belajar. Hasil belajar yang diperoleh oleh siswa harus dilaporkan
kepada orang tua atau wali murid ini disebut rapor.
g.
Kegiatan
bimbingan dan penyuluhan. Kegiatan bimbingan dan penyuluhan ditujukan bagi
seluruh peserta didikdi sekolah tanpa terkecuali. Bimbingan penyuluhan tidak
hanya untuk siswa yang bermasalah saja tapi semua siswa, termasuk siswa yang
berprestasi.
D. PENGORGANISASIAN
KURIKULUM
Menurut Sutikno, terdapat empat
bentuk pengorganisasian kurikulum yang bisa diterapkan dalam lembaga
pendidikan. [7]
1. Separated Subject Curriculum. Kurikulum
ini menyajikan segala bahan pelajaran dalam berbagai macam mata pelajaran
(subject) yang terpisah-pisah satu sama lain, seakan-akan ada batas pemisah
antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain, juga antara satu kelas dengan
yang lain.
2. Correlated Curriculum. Bentuk ini
menghendaki agar mata pelajaran satu sama lain ada hubungan, bersangkut paut
(correlated) walaupun mungkin batas-batas yang satu dengan yang lain masih
dipertahankan. Korelasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, yaitu: (1)
Antara dua mata pelajaran diadakan hubungan secara incidental; (2) Terdapat
hubungan yang lebih erat, apabila suatu pokok bahasan tertentu dibahas dalam
berbagai mata pelajaran; (3) Mempersatukan beberapa mata pelajaran dengan
menghilangkan batas masing-masing.
3. Integrated Curriculum. Integrated Curriculum
meniadakan batas-batas antara berbagai mata pelajaran dan menyajikan bahan
pelajaran dalam bentuk unit atau keseluruhan. Dengan kebulatan mata pelajaran,
anak diharapkan dapat dibentuk menjadi pribadi yang integrated yakni manusia
yang selaras dengan lingkungan hidupnya.
4. Core Curriculum. Pada prinsipnya core
curriculum memberikan pelajaran yang umum. Dalam core curriculum diajarkan
hal-hal yang perlu diketahui oleh setiap orang terlepas dari pekerjaan yang
akan dilakukan kelak dalam masyarakat.
E. PERAN
KURIKULUM
Hamalik menjelaskan bahwa terdapat 3 peranan kurikulum, yakni peran konservatif, peran kritis/evaluatif, dan
peran kreatif[8].
1)
Peran
Konservatif, bahwa kurikulum berperan dalam mentrasnmisikan dan menafsirkan
warissan social pada generasi muda. Kurikulum berorientasi menjembatani antara
masa lampau dengan siswa masa kini. Sekolah membina dan mempengaruhi siswa
dengan nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat.
2)
Peran
Kritis / Evaluatif. Tidak semua unsur budaya masayarakat diwariskan kepada anak
didik. Sekolah berperan dalam menilai dan memilih unsur yang tepat untuk
diajarkan kepada anak didik. Dengan demikian, kurikulum menekankan pada unsure
berpikir kritis dan sebagai control social dalam masyarakat.
3)
Peran
Kreatif. Kurikulum harus mampu menciptakan kegiatan kreatif dan konstruktif
dalam menyusun hal baru sesuai kebutuhan masyarakat masa sekarang dan masa
mendatang.
Ketiga peran ini harus dipenuhi secara seimbang.
F. KOMPONEN KURIKULUM
Telah dibahas pada bagian pengertian kurikulum, bahwa kurikulum merupakan
rencana demi mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, kurikulum
harus direncanakan sebaik-baiknya. Dalam kurikulum itu sendiri terdapat 4 (empat)
komponen, yaitu: komponen tujuan, komponen isi, komponen metode, dan komponen
evaluasi.
Gambar 1. Komponen dalam Kurikulum
Terlihat dari Gambar 1, bahwa komponen kurikulum saling berkaitan satu sama
lainnya. Jika salah satu komponen terganggu, atau tidak lengkap, maka
keseluruhan kurikulum akan kacau. Sebaliknya, jika salah satu komponen
mengalami perubahan, komponen lainnya pun harus menyesuaikan denngan perubahan
tersebut.
1.
Komponen
Tujuan Kurikulum
Kurikulum merupakan suatu program yang dimaksudkan untuk
mencapai tujuan pendidikan. Tujuan itulah yang dijadikan arah atau acuan segala
kegiatan pendidikan yang dijalankan. Berhasil atau tidaknya program pengajaran
di sekolah dapat diukur dari seberapa jauh dan banyaknya pencapaian tujuan-tujuan
tersebut.
Tujuan kurikulum harus dijabarkan dari tujuan umum pendidikan
nasional, kemudian dikhususkan kembali menjadi tujuan-tujuan yang lebih detail
dan lebih sempit lingkupnya. Tujuan-tujuan tersebut meliputi tujuan
Institusional, Tujuan Kurikuler, dan Tujuan Instruksional.[9]
a.
Tujuan Pendidikan Nasional
Menurut UU RI no 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, disebutkan
bahwa Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab[10].
Tujuan
Pendidikan Nasional ini adalah tujuan akhir yang harus dicapai oleh pendidikan
Indonesia secara keseluruhan. Seluruh pelaksanaan pembelajaran, penyelenggaraan
sekolah, dan pendidikan di daerah harus menyelenggarakan pendidikan dengan
berpedoman pada tujuan akhir ini.
b.
Tujuan Institusional
Tujuan Institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh
suatu lembaga pendidikan, artinya apa yang seharusnya dimiliki oleh siswa
setelah tamat dari lembaga pendidikan tersebut. Oleh karena itu tujuan
institusional merupakan kemampuan yang diharapkan untuk dimiliki siswa setelah
mereka menyelesaikan program studinya pada lembaga tersebut.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007
dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan
menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
1.
Tujuan pendidikan dasar adalah
meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2. Tujuan
pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lebih lanjut.
3. Tujuan
pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
c.
Tujuan Kurikuler
Tujuan Kurikuler adalah tujuan bidang studi atau mata
pelajaran. Bila dilihat secara operasional, maka tujuan kurikuler adalah
rumusan kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki anak didik setelah
menyelesaikan atau mempelajari suatu bidang studi atau mata pelajaran tersebut.
Tujuan kurikuler pada KTSP tergambarkan pada standar isi dan standar kompetensi
lulusan tiap mata pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa.
d.
Tujuan Instruksional
Tujuan Instruksional adalah tujuan pengajaran atau tujuan
yang diharapkan dapat dicapai pada saat terjadinya proses belajar mengajar atau
setelah proses pembelajaran. Tujuan ini tergambarkan pada tujuan pembelajaran
yang dibuat guru untuk pada tiap kali pokok bahasan. Tujuan instruksional ini
memuat berbagai hal yang harus dimiliki ataupun diuasai oleh siswa setelah satu
pokok bahasan (atau dalam KTSP, satu Kompetensi Dasar) selesai dipelajari. Guru
mencantumkan tujuan ini pada RPP yang dibuatnya.
2.
Komponen
Isi / Materi Kurikulum
Komponen isi atau materi ini merupakan komponen kurikulum
yang amat penting. Pada dasarnya komponen ini menjawab pertanyaan: “Apa yang
akan dipelajari?” Isi dari kurikulum adalah materi atau bahan pelajaran dan
pengetahuan atau pengalaman belajar yang harus diberikan kepada peserta didik
untuk mencapai tujuan pendidikan.[11]
Untuk menentukan isi kurikulum tersebut harus disesuaikan dengan tingkat dan
jenjang pendidikan, perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kondisi anak didik (psikologis anak) pada
setiap jenjang pendidikan tersebut.[12]
Perkembangan ilmu pengetahuan manusia semakin lama semakin
kompleks dan sangat luas, sehingga tidak semua pengetahuan itu dapat diberikan
kepada anak didik. Untuk menentukan materi yang akan dijadikan bahan
pembelajaran, terlebih dahulu harus disesuaikan dengan tujuan kurikulum.
Selanjutnya, dapat digunakan beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk
menetapkan isi, yakni: signifikansi, kebutuhan sosial, kegunaan, minat,
perkembangan manusia, dan struktur disiplin ilmu.[13]
Atas dasar pemikiran diatas, perlu adanya seleksi bahan
kurikulum, yaitu :
a.
Bahan kurikulum harus sesuai, tepat, dan
bermakna bagi perkembangan siswa.
b.
Bahan kurikulum harus mencerminkan kehidupan
sosio-kultural.
c.
Bahan kurikulum harus dapat mencapai tujuan yang
didalamnya mengandung aspek intelektual, emosional, sosial, dan moral
keagamaan.
3.
Komponen
Strategi Pelaksanaan Kurikulum
Strategi adalah pola-pola umum kegiatan guru dan murid dalam
perwujudan kegiatan belajar mengajar atau kegiatan kurikuler untuk mencapai
tujuan yang telah digariskan.[14]
Dalam strategi pelaksanaan suatu kurikulum akan tergambar bagi kita tentang
cara-cara pelaksanaan dari komponen-komponen kegiatan proses belajar mengajar
yang meliputi : penilaian, cara melaksanakan bimbingan dan penyuluhan, serta
cara mengatur kegiatan sekolah secara keseluruhan.[15]
Strategi pelaksanaan kurikulum memberi petunjuk bagaimana
kurikulum tersebut dilaksanakan disekolah. Oleh karena itu, komponen strategi
pelaksanaan kurikulum memegang peranan penting dalam percapaian tujuan pendidikan.
Dan dalam pelaksanaannya, ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam
melaksanakan kurikulum, antara lain :
a.
Tingkat dan jenjang pendidikan; dengan adanya
jenjang / tingkat pendidikan tersebut berarti pula terdapat perbedaan dalam hal
tujuan instutional, perbedaan isi dan struktur pendidikan, perbedaan strategi
pelaksanaan kurikulum, perbedaan sarana kurikulum, sistem evaluasi, dan
sebagainya.
b.
Proses belajar mengajar; proses belajar mengajar
adalah kegiatan guru sebagai penyampai pesan/materi pelajaran dan siswa sebagai
penerima pelajaran. Dalam proses belajar mengajar keduanya dituntut aktif
sehingga terjadi interaksi dan komunikasi yang harmonis demi tercapainya tujuan
pembelajaran. Tujuan pembelajaran adalah wujud/bentuk kurikulum yang telah
ditetapkan/ direncanakan dalam bentuk program pengajaran.
4. Komponen Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum merupakan penilaian terhadap suatu
kurikulum sebagai program pendidikan untuk menentukan efesiensi, efektivitas,
relevansi, dan produktivitas program dalam mencapai tujuan pendidikan. Kegiatan
evaluasi ditujukan untuk menilai sejauh mana tujuan pendidikan tercapai dan
sejauh mana proses kurikulum itu berjalan seperti yang diharapkan. Hasil dari
kegiatan evaluasi ini dapat dijadikan sebagai umpan balik (feed back) untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan kurikulum
selanjutnya.
Evaluasi kurikulum dapat ditetapkan untuk mencapai dua
sasaran, yakni evaluasi terhadap proses kurikulum dan evaluasi terhadap produk
(hasil) kurikulum. Evaluasi terhadap proses kurikulum, dimaksudkan untuk
mengetahui apakah proses itu berjalan secara optimal sehingga dapat
memungkinkan tercapainya tujuan. Sedangkan evaluasi terhadap produk,
dimaksudkan untuk menilai sejauh mana keberhasilan kurikulum dapat mengantarkan
siswa kearah tujuan yang ditetapkan.
Untuk mengadakan evaluasi terhadap dua sasaran di atas, perlu
di perhatikan beberapa prinsip, antara lain :
a.
Evaluasi harus mengacu pada tujuan
b.
Evaluasi dilakukan secara menyeluruh
c.
Evaluasi harus objektif
G. PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM
Menurut
Kunandar, pengembangan kurikulum dijenjang sekolah dasar sampai sekolah
menengah yang dikemangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada
standar kompetensi lulusan standar isi, serta panduan penyusunan kurikulum yang
dibuat BSNP, harus didasarkan perinsip-perinsip sebagai berikut:[16]
1.
Berpusat pada potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
2.
Beragam dan terpadu
3.
Tanggap terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
4.
Rayuan dengan kebutuhan
kehidupan
5.
Menyeluruh dan
berkesinambungan
6.
Belajar sepanjang hayat
7.
Seimbang antara kepentingan
nasional dan kepentingan daerah
Selain itu, dalam pelaksanaan kurikulum di setiap
satuan pendidikan, perlu menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:[17]
1.
Pelaksanaan kurikulum
berdasarkan pada potensi, perkembangan, dan kondisi peserta didik untuk
menguasai kompetensi yang berguna baginya.
2.
Kurikulum dilaksanakan
dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu:
§ Belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa
§ Belajar untuk memahami dan menghayati
§ Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara
efektif
§ Belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang
lain
§ Belajar untuk membangun dan menemukan jati dirinya,
melalui proses pembelajaran yang efektif, kreatif, aktif, dan menyenangkan
3.
Pelaksanaan kurikulum
memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang baik
4.
Kurikulum dilaksanakan
dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan
menghargai, akrab, terbuka, hangat, dan bersifat membangun
5.
Kurikulum dilaksanakan
dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, yang sumber belajar
bersifat keteknoloian.
6.
Kurkulum dlaksanakan dengan
mendayagunakan, kondisi alam, sosial, dan budaya, serta kekayaan daerah untuk
keberhasilan pendidik dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal
7.
Kurikulum dilaksanakan
berdasarkan komponen-komponen kurikulum yang ada.
Sumbbber:
istem
Pendidikan Nasional ditetapkan melalui undang-undang berupa Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 dan ditetapkan pada tanggal 27 Maret
1989.
Dasar-dasar
Manajemen. George R. terry dan Leslie W. Rue. Penerjemah G.A. Ticoalu.Cetakan
ke 9 2005. PT Bumi Aksara, Jakarta. Judul asli Principles of Management. 1992.
Amtu,
Onisimus. 2011. MANAJEMEN PENDIDIKAN DI ERA OTONOMI DAERAH Konsep, Strategi, dan
Implementasi. Bandung: Alfabeta.
Ornstein, Allan C. dan Francis P. Hunkins. Curriculum – Foundations, Principles, and
Issues. US: Pearson Education, Inc.
Nasution, S.
1995. Asas-asas Kurikulum. Jakarta:
Bumi Aksara.
Kunandir. Guru
Implementasi Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan sukses dalam sertifikasi guru.
Rajawali Press. Devisisi buku Perguruan Tinggi. Raja Grapindo Persada. 2007:
Jakarta.
Sukamdinata, S. Nana. Pengembangan
Kurikulum teori dan Praktek. Remaja Rosda karya. 2006: Bandung.
Hamalik, Oemar. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Remaja Rosda karya. 2006: Bandung.
Susilo. M. Joko. KTSP, Manajemen Pelaksanaan dan kesiapan sekolah. Pustaka Belajar
Offset: 2007: Jakarta
[1] Amir Daien Indrakusuma, Pengantar
Ilmu Pendidikan, (Surabaya :
Usaha Nasional, 1993), hlm. 81.
[1] Oemar Hamalik, Pengembangan
Kurikulum, (Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2003), hlm. 28.
Faududdin,
dkk, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum,
Jakarta : Dirjen Binbaga Islam, 1994.
Hamalik, Oemar, Pengembangan Kurikulum, Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2008.
Syafruddin
Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Ciputat : Ciputat
Press, 2005), hlm. 53.
[1]
Mohammad Ansyar, Dasar-dasar Pengembangan
Kurikulum, (Jakarta: Depdikbud, 1989), hlm. 118-120
Hernawan,
Asep Hery, dkk, Pengembangan Kurikulum
dan Pembelajaran, Jakarta : Universitas Terbuka, 2003.
Indrakusuma,
Amir Daien, Pengantar Ilmu Pendidikan,
Surabaya : Usaha Nasional, 1993.
Khiron,
Ahmad, Komponen Kurikulum dan Prosedur
Pengembangan Kurikulum, http: // Koir.Multiply.Com, tanggal 19 April 2009.
Mansyur,
Strategi Belajar Mengajar, Jakarta :
Dirjen Binbaga Islam Depag RI, 1995.
Nazhary,
Pengorganisasian, Pembinaan dan
Pengembangan Kurikulum, Jakarta : Deramaga, 1993.
Nurdin,
Syafruddin, Guru Profesional dan
Implementasi, Ciputat : Ciputat Press, 2005.
Soetopo,
Hidayat dan Wasty Soemanto, Pembinaan dan
Pengembangan Kurikulum, sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan,
Jakarta : Bumi Aksara, 1993.
Syarief,
A.Hamid, Pengembangan Kurikulum,
Surabaya : Bina Ilmu, 1996.
Nasution, S. 1995.
Asas-Asas Kurikulum. Jakarta:
Bumi Aksara.
UU RI no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
M. Sobry Sutikno, Manajemen
Pendidikan: Langkah Praktis Mewujudkan Lembaga Pendidikan yang Unggul, (Lombok:
Holistica, 2012), hlm. 73.
[1] George R. terry dan Leslie W. Rue,
Dasar-dasar Manajemen, cet. 9, Penerjemah
G.A. Ticoalu, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005), hlm. 5.
[2] Onisimus Amtu, MANAJEMEN PENDIDIKAN DI ERA OTONOMI DAERAH
Konsep, Strategi, dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm 9.
[3] S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 4-9.
[4] Oemar Hamalik, Pengembangan
Kurikulum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2008), hlm. 16.
[5] S. Nasution. Asas-Asas
Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 15-17.
[6] M. Sobry Sutikno, Manajemen Pendidikan: Langkah Praktis
Mewujudkan Lembaga Pendidikan yang Unggul, (Lombok: Holistica, 2012), hlm.
73.
[8]
Oemar Hamalik, Pengembangan
Kurikulum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2008), hlm. 27.
[9]
ibid. hlm. 45.
[10] UU RI no 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
[11] Faududdin, dkk., Pengembangan
dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta : Dirjen Binbaga Islam, 1994), hlm. 53.
[12] Syafruddin Nurdin, Guru
Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Ciputat : Ciputat Press, 2005),
hlm. 53.
[13] Mohammad Ansyar, Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Depdikbud, 1989), hlm. 118-120
[14] Mansyur, Strategi Belajar
Mengajar, (Jakarta : Dirjen Binbaga Islam Depag RI, 1995), hlm. 17.
[15] Nazhary, Pengorganisan,
Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta : Dermaga, 1993), hlm.11.
[16] Kunandar, Guru: Implementasi Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: Rajawali
Press, 2007), hlm. 139-141.
[17]
Ibid, hlm. 142-143.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar